Memberikan
harapan kepada seseorang yang tulus mencintaimu merupakan kejahatan paling keji
yang harus orang lain tanggung. Lebih baik mengabaikan perasaannya dari pada
sekedar melampiaskan perasaanmu. Kamu, terima kasih atas luka yang kau goreskan.
Dan kamu, aku tak akan melupakan luka yang harus ku pendam.
Hari cerah di
awal perkuliahan semester tiga menyambut semua mahasiswa. Di depan pengadilan semu
gedung Fakultas Syariah dan Ilmu terlihat para perempuan sedang bercakap-cakap
mengenai hasil yang mereka dapat di semester dua kemarin.
“Ka, IP mu
semester kemarin meningkat atau menurun?” Gadis yang mempunyai nama akhiran
‘ka’ semua menuju kepada pusat suara. Gadis kecil munggil dengan kulit putih susu
itu menjawab lebih cekatan.
“Alhamdulillah…
tetap” gadis itu menjawab dengan riang dan di iringi ledakan tawa teman-teman
nya. Dan dia fika, seorang gadis dari jurusan Fakultas Tarbiyah dan juga teman
akrab dari Eka, gadis yang beberapa waktu lalu menjawab pertanyaan dengan polah
tengilnya.
Dua lelaki
bertubuh tinggi, namun berbeda postur yang ku ketahui bahwa mereka adalah teman
akrab itu saling bertegur sapa dengan teman lainnya dan saling berjabat tangan
seakan melepas rindu selama beberapa pecan yang mereka habiskan dengan
kesibukan mereka masing masing.
Andre, salah
satu lelaki dengan postur yang tinggi, tegap memalingkan wajahnya sejenak dari
percakapan teman-temannya. Dia mengetahui bahwa fika duduk bersama
teman-temannya, dan keduanya saling melempar senyum.
“Ndre… Pacarmu
baru ya, kemarin yang jalan ke batu malang siapa tuh” pertanyaan yang tak dia
inginkan muncul. Andre melirik sejenak ke arah fika dan mendapati bahwa pipi gadis
itu bersemu memerah. Lucu sekali saat fika salah tingkah, begitulah batin
Andre.
“Siapa to gun, itu adik ku” Andre berusaha memberikan
alasan singkatnya kepada gugun salah satu teman yang paling penasaran mengenai
apapun di kelasnya. Dia melirik lagi ke arah fika, sekali lagi fika hanya bisa bertukar
senyum. Mereka tidak ingin bahwa teman-temannya mengetahui hubungan mereka.
Mereka hanya ingin menyimpannya dengan teman-teman dekatnya.
“Teman-teman bu Ifatin datang, ayo cepat konsultasi nanti
bu Ifati ada acara kalau siang” suara cempreng dari meli memecahkan seluruh peradilan
semu dan membuat teman-temannya yang sedang asik berbincang di gazebo berbaris
rapi di depan meja sang kajur dari fakultasnya itu.
Begitulah sepucuk
kenangan yang gadis itu ingat, ketika saling bertukar senyum tanpa
sepengetahuan teman-temannya. Namun kisah seumur jagung yang mereka rajut,
harus berakhir pula dengan kejamnya. Dia. Lelaki itu. Menghianati cinta
sucinya.
Fika masih
ingat bagaimana dia dengan senangnya memberikan sebungkus hadiah untuk andre
dan meletakkan nya di motor andre yang terparkir rapi di parkiran kampus IAIN
Raden Syahid kebanggaan dari para masyarakat Tulungagung. Kecewa, itulah yang
fika rasakan saat dia mengetahui bahwa Andre tidak menerima pemberiannya dan
lebih memilih meninggalkan hadiah itu di parkiran kampus dengan seribu alasan
yang selalu dapat di paparkan.
“Begini ya
rasanya pacaran ka? Harus ya ada bertengkar begini? Aku inginnya hanya bahagia
terus tanpa ada pertengkaran” begitulah keluh fika kepada sang teman akrabnya. Eka,
sang teman akrab menepuk punggung sang sahabat, mencoba untuk menenangkan
tangis sang teman yang sedari tadi tak kunjung mongering.
“Ka, mungkin
kita sudah tidak ada kecocokan lagi. Saat mendengarkan ustadz ceramah saat
pembukaan pembelajaran di lapangan kemarin, membuatku berpikir bahwa pacaran
hanya akan membuat kita terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan”
Begitulah pesan
yang dia terima setelah kejadian hadiah yang Andre tinggalkan di parkiran
kampus. Seperti tersambar petir di siang bolong, fika hanya melongo melihat
pesan yang baru saja dia dapat. Dia masih dapat menyunggingkan senyum karena
pesan yang dia dapat terlihat sangat bijak dan dengan cepat iya setujui karena
ini demi kebaikan mereka berdua.
Waktu berjalan
hingga beberapa minggu terlalu tanpa fika sadari, dia mendengar kabar bahwa andre
telah kembali ke pelukan sang mantan kekasih. Deg! Sakit, sangat sakit.
Begitulah perasaan yang ia ingat saat mendengar berita tersebut. Namun ia tak
langsung percaya, hingga temannya akhirnya menunjukkan foko keduanya sedang
asik duduk di kafe dekat kampus.
“Tapi
kenapa? Kenapa dia membuat alasan yang begitu masuk akal untuk meinggalkanku?
Dan kenapa dia juga yang mengingkarinya? Kenapa semua rasa yang telah aku
curahkan segalanya ia tepis begitu saja? Apa salahku”
Fika tak
sanggup lagi menahan rasa kecewanya yang mendalam, ia lebih memilih untuk diam
sementara waktu dan berdebat dengan dirinya sendiri. Dia tahu bahwa di balik
semua hal yang ia alami pasti ada manfaatnya.
Dan untukmu yang telah meninggalkan goresan di hatiku, aku sangat
berterima kasih.
Dan kamu yang telah membuatku tahu bahwa cinta itu tak akan pernah
setulus kata-kata yang mengalir, aku juga selalu mengucapkan terima kasih
Dan teruntukmu yang telah berbahagia, aku semogakan agar selalu
bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar