Minggu, 30 Oktober 2016

KETUA KELAS


Jika kamu berusaha
semua jalan akan terbuka dengan sendirinya.
Angin berhembus menerpa kulit, menyapu lembut telapak tangan yang kian mendingin. Setauku aku tidak pernah merasakan darahku semendidih ini, diluar sana udara sangat panas bahkan di ruang di mana kami duduk menuntut ilmu ini sangat panas, aku berbicara begitu bukan tanpa alasan. Pasalnya setelah menengok kanan dan kiri teman sekelasku sibuk menyegarkan tubuhnya.
Beberapa dari mereka ada yang mengipasi tubuhnya dengan kipas kecil, buku tipis, bahkan anehnya ada yang menggunakan makalah fotokopi hasil presentasi dari kelompok lain sebagai kipas untuk membuat rasa panas yang menghinggapi tubuhnya itu menghilang. Anehnya pedoman anak kuliah itu 'mengipasi tubuh dengan fotokopi makalah lebih terasa segar dari pada kipas' entahlah banyolan apalagi yang mereka celetuk kan, aku tak sanggup tertawa sekarang.
 Jika kalian mengira aku sedang di hukum dosen karena tidak mengerjakan tugas, atau sedang bermusuhan dengan teman sekelas. Tidak, Kalian salah! setiap akhir semester di kelas kami selalu berlangsung proses pemilihan ketua, anehnya namaku salah satu yang tercantum di papan putih itu. Bagaimana bisa? atas dasar itu mereka mencalonkanku sebagai ketua kelas. Mereka mengajukanku karena mereka yakin aku bisa mengayomi mereka, kalian pikir ini pemilihan ketua ibu-ibu pkk atau aku sedang mencari anak untuk di asuh? yang benar saja.
Selama proses pemilihan berlangsung jantungku tak henti hentinya berdetak, jantungku berpacu dengan sangat cepat. Kenapa bisa sebegini menegangkannya, ingin rasanya keluar dari kelas dan berteriak seperti orang bodoh. Dan tibalah pada tahap akhir pemilihan ketua, ketakutanku telah menuai ujung tanduk, sangat tidak bisa kupercaya setalah melihat papan putih itu. Jantungku semakin berpacu tak karuan pasalnya aku terpilih sebagai ketua kelas semester 5 ini.
“Astaga! Dunia macam apa ini?' “Aku sedang dimana?' Batinku lirih. Masih belum sadar dengan apa yang terjadi, ingin rasanya menampar pipi sendiri agar sadar bahwa ini bukan mimpi. Anehnya aku berharap bahwa ini adalah sebuah mimpi yang harus di akhiri. Sebait lagu berbahasa jepang ini terngiang di telinga, seperti mengiringi kesedihanku yang tak ingin sama sekali menanggung beban menjadi ketua kelas.
'Bokuno utau hetana.. amai... mirion hitto wo umuyorimo.. make it in your life..darenimo youka sarenaku temo..Kimi ga aru te omo e ruyo... kimi ga naitara'
"Selamat ya mbak, mau gak mau walaupun sampean nangispun tetep bakalan jadi ketua kelas semester ini, aku dulu juga gitu mbak" Aku tersadar saat kata kata itu menamparku keras, itu tadi pesan dari ketua kelasku sebelumnya. Aku hanya membalasnya dengan senyuman kecil. Setelah kelas hari ini berakhir, kakiku tak ingin beranjak dari kursi yang ku duduki sepertinya tulangku sudah hilang sampai aku tak sanggup lagi melangkah keluar dari ruangan ini. Entahlah, Aku harus menerimanya mau tidak mau. Jabatan yang dipaksakan.
Hari-hari berlaru sangat menyenangkan karena libur panjang bulan puasa dan juga lebaran. Karena stok drama korea yang tak tersentuh pada saat kuliah, liburan pun terisi dengan menjamah drama yang telah menjadi candu bagiku. Namun Setelah liburan selesai, jantungku kembali berdegup dengan lancangnya.
 “Liburan telah Berakhir, aku harus mengemban tanggung jawab baru sekarang” aku membatin keluh kesahku sendiri. Pengalaman baru dimulai saat proses mengurus irs online dan konsultasi wali studi bagaimana kebanyakan mahasiswa menyebutnya. Aku bergidik dengan sendirinya karena masih tidak percaya bahwa 'aku' adalah ketua kelas. Mereka menganggapku mungkin berlebihan seperti ini, namun inilah yang aku rasakan pada saat awal menjabat sebagai ketua kelas, jabatan yang tak ku inginkan, jabatan yang tak seharusnya ku sandang, jabatan yang sama sekali tak pantas bersemat di atas namaku.
Selama proses konsultasi hingga pengkoordinasian pengumpulan irs online, krs manual dan khs alhamdulillah semua berlangsung lancar, ya walaupun sebenarnya masih ada satu dua orang yang harus di beri perhatian khusus ya tidak apalah menurutku itu masih bisa di toleransi. Anehnya, pada hari pertama menjadi ketua pada saat itu, telpon genggam ku 'ramai mendadak’' banyak pesan dan telfon yang masuk dari teman-teman sekelas Jadi begini rasanya jadi ketua kelas, anehnya aku tersenyum kecil karena hal itu.
Perkuliahan hari pertama masuk, seperti biasa kami mengawali perkuliahan dengan berdoa bersama. Setelah doa bersama selesai, aku meminta temanku menemaniku untuk mendaptkan informasi nomor dosen agar memudahkanku menjalani tugasku sebagai ketua kelas. Semua di awali dengan hal itu, sebelumnya aku juga meminta petuah kepada ketua ketua sebelumnya dan juga meminta informasi bagaimana caranya menjadi ketua yang baik.
Aktifitas ku berubah total mulai dari menghubungi dosen, bertemu dosen, memimpin diskusi di depan, menyusun jadwal kelas sesuai dengan keinginan mereka, mencocokkan dengan jadwal dosen, membuat perangkat kelas, menyusun penanggung jawab mata kuliah. Aku masih berusaha menjajaki dunia baruku, aku sangat lambat dalam mengemban tugasku sebagai ketua kelas. Tidak hanya itu saat ada kumpul ketua kelas, masih sangat terasa asing bagiku. Aku yang notabene sangat membenci kesendirian tanpa teman yang dekat di sampingku, namun selama menjadi ketua kelas kesepian dan sendiri bukan hal yang asing lagi bagiku.
Setelah pertemuan ke empat dalam perkuliahan dan hampir satu bulan aku menjadi ketua kelas, aku merasa masih belum dapat berbuat apa apa untuk kelas. Aku masih belum bisa mengkoordinasi kelas dengan baik, belum bisa menuruti semua permintaan mereka, aku juga terkadang ingin sekali menangis dan bersimpuh di pangkuan ibuku karena aku yang belum pantas menjadi ketua kelas, belum bisa mewujudkan keinginan mereka. Entahlah, aku masih merasa tidak pernah melakukan apapun untuk kelas, terkadang aku juga merasa tak sanggup saat ada slentingan miring tapi mau bagaimana lagi, ini tanggung jawabku.
Aku terkadang ingin sekali menangis di hadapan mereka saat aku memberikan pengumuman tapi mereka tak mendengarkan. Aku juga kadang masih sakit saat ada yang menuntutku bertindak diktator namun ingin menjadi penyalur aspirasi teman-teman dengan mengambil keputusan bersama. Aku juga sangat lelah saat aku sudah menyampaikan pengumuman berkali-kali, tapi berkali-kali juga mereka menanyakan hal yang sama. Aku juga masih ingin menangis saat ada orang yang pernah bilang padaku bahwa harusnya bukan aku yang jadi ketua kelas.
Tak kusangka kini sudah memasuki pertemuan ke sebelas, artinya hanya tinggal sebulan lagi aku menjabat sebagai ketua kelas. Sedih, sekarang rasa ini lah yang aku rasakan. Banyak hal yang telah kami lalui bersama. Kenangan saat bazaar dan pgmi in art terutama, tak pernah aku lupakan. Aku sangat senang menjadi ketua kelas, sekarang semua dapat mengalir seperti air. Air mata yang tumpah pada saat awal menjadi ketua kelas, sekarang semua telah berubah menjadi ukiran senyuman.
Bukankah bunga sakura di jepang sangat indah, berwarna merah muda yang halus. Berjatuhanpun masih tampak sangat indah, namun kamu harus menunggu musim semi untuk melihatnya.
Bagiku  mereka tak seperti bunga sakura yang hanya bisa kutemui pada saat musim semi.
Namun mereka bagaikan bunga matahari bagiku, yang selalu setia melihat kepada satu objek yaitu matahari. Aku harap suatu saat aku bisa menjadi matahari untuk kalian semua, walaupun sangat sulit dan mustahil aku akan tetap berusaha. Aku sangat menyayangi kalian.



Blitar, 30 Oktober 2016
KETUA KELAS PGMI 5C
RIZKA NUR ROFI’AH

Rabu, 26 Oktober 2016

PILIH SYAR’I ATAU KEKINIAN?

Cara seseorang dalam berpakaian merupakan hal pertama yang akan menjadi penilaian bagi kacamata kaum awam yang tidak saling mengenal. Walaupun ini terkesan menghakimi, namun kenyataanya bahwa seseorang mempunyai hak untuk saling menilai sesuai pendapat mereka.
Terutama cara berpakaian mereka yang akan menjadi sorotan semua orang dengan berbagai pendapat yang mereka miliki. Lebih lagi cara berpakaian kaum hawa yang akan menjadi sorotan tidak hanya kaum adam, namun juga akan menjadi gunjingan di antara kaum hawa sendiri. Jika melihat dunia luar terutama dalam ranah perkuliahan, ada berbagai macam cara berpakaian mereka baik itu kaum adam maupun kaum hawa.
Menurut kaca mataku selama ini, dalam berpakaian kaum adam hanya dengan mengenakan celana jeans dam hem saja sudah dapat di katakana rapi, sementara akan berbeda cerita bila kaum hawa  yang mengenakannya. Akan timbul berbagai komentar baik dan buruk.
Melihat dunia perkuliahan yang sudah lima semester ini aku geluti, ada berbagai macam cara berpakaian di antara sesama kaum hawa, seperti:
1.      Mengenakan rok ketat dengan belahan belakang, baju ketat tidak melebihi pinggul, jilbab yang dapat di model dengan berbagai macam gaya dan tidak menutupi bagian dada mereka. Tidak hanya itu namun juga di lengkapi dengan sepatu bermerk, juga tas jinjing kece. Golongan seperti ini dapat dikatakan gadis-gadis kekinian abad dua puluh satu.
2.      Mengenakan rok sekenanya, baju hem atau batik seadanya, jilbab paris tipis yang di pakai hanya dengan jarum pentul dan mengenakan tas gendong dan sandal anti air. Gadis seperti ini ada beberapa kemungkinan. Pertama, tidak peduli dengan fashion dan tanggapan orang lain. Kedua, tidak memilih memakai pakaian kekinian dan syar’i. Kaum seperti ini biasanya di labeli dengan sebutan kaum tengah.
3.      Menggunakan jubah dan jilbab besar yang di dominasi warna hitam pekat, tas gendong atau tas jinjing, sepatu feminim. Jika melihat cara berpakaian mereka yang seolah menimbulkan kesan sangat anggun dan sholihah, sebenarnya mereka yang berpakaian syar’i seperti ini akan mendapat beberapa pendapat dari orang lain. Pertama, Mereka akan mendapat penilaian perempuan anggun yang taat ibadah kepada Allah, sholihah dan sopan. Kedua, Ingin terlihat anggun dan mendapat pujian dari orang lain.

Melihat cara berpakain kaum hawa yang bermacam-macam ini dalam ranah perkuliahan yang pernah aku temui, dapat kita simpulkan bahwa ada beberapa kemungkinan dan alasan mereka sendiri memilih gaya dan cara berpakain mereka. Bagaimanapun cara kita berpakaian, menurut pendapatku akan lebih baik jika dalam berpakaian akan mendapatkan rasa nyaman, bukan pujian dari orang lain.
Jika kita hanya mempedulikan kritik dari orang lain dan tidak kunjung mendapat solusi, maka akankah lebih baik jika kita berpakaian dengan mempedulikan rasa nyaman yang kita, tidak untuk menunjukkan sesuatu hal yang berlebihan apalagi jika hanya untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Orang lain yang melihat cara kita berpakaian akan terdapat berbagai komentar baik dan buruk. 

Seperti kisah abu nawas dan anaknya yang akan berpergian keluar kota dengan menggunakan keledai di bawah ini
Abu Nawas dan anaknya akan pergi ke suatu kota dengan menuntun seekor keledai. Saat melewati daerah A, Abu Nawas mendengar beberapa orang yang membicarakan dirinya, “Hei, lihat Abu Nawas dan anaknya adalah orang yang bodoh. Mereka membawa seekor keledai tapi tidak ditunggangi.” Mendengar itu lantas Abu Nawas menaiki keledai dan anaknya menuntun keledai tersebut
Tiba di kota B, Abu Nawas kembali mendengar bisik-bisik mengenai dirinya. “Hei, lihat.  Abu Nawas adalah seorang ayah yang tidak menyanyangi putranya. Dia membiarkan anaknya berjalan sedangkan dirinya menungganggi keledai itu seorang diri.” Mendengar itu, Abu Nawas turun dari keledai dan anaknya menungganggi keledai tersebut.
Tiba di kota C, orang-orang di kota membicarakan dirinya. “Hei, lihat. Anak Abu Nawas adalah seorang anak yang durhaka. Dia membiarkan ayahnya berjalan kaki sedangkan dia menungganggi keledai seorang diri.” Akhirnya Abu Nawas dan anaknya menunggangi keledai itu berdua.
Di kota D, kembali orang-orang berbicara. “Hei Abu Nawas. Tidakkah kau berkasihan kepada keledai tua itu. Dia tidak kuat menanggung beban dua orang. Turunlah dan gendonglah keledai itu.” Mendengar perkataan orang itu, maka Abu Nawas dan anaknya menggendong keledai itu di punggungnya. Sepanjang sisa perjalanan orang-orang terus mebicarakan mereka.
Melihat cerita tentang abu nawas di atas, yang dapat kita simpulkan adalah jika kita mendengarkan omongan orang lain, tidak akan ada habisnya. Jika kita sudah menuruti saran dari orang lain tersebut, kita juga akan tetap mendapat berbagai gunjingan baik dan buruk dari orang lain.
Jika dilihat dari ranah agama islam, telah di paparkan di dalam Al-Qur’an dan berbagai sabda rosul di hadits, salah satunya yang terdapat dalam surah Al A’raf  ayat 26 yang artinya:
Hai, anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagaian dari tanda-tanda Kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat
Sebagai seseorang yang beriman kepada Allah, akan lebih baik jika kita dapat menjalankan segala hal yang telah di perintahkan kepada kita terutama dalam hal berpakaian ini.

Penulisan di atas di tunjukkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Penulisan Kreatif yang di ampu oleh dosen yang sangat saya hormati Bapak Habibur Rohman, M.Pd
#PenulisanKreatifPGMI

Selasa, 25 Oktober 2016

GEGAP GEMPITA PERTINAS V BUMI PERKEMAHAN SERUT BLITAR


            Oktober tujuh belas sampai dua puluh tiga adalah seminggu paling berharga bagi peserta yang mengikuti perkemahan tingkat Nasional di Blitar. Karena dalam skala Nasional acara ini mengundang banyak perhatian dari masyarakat sekitar, akupun juga sedikit tertarik dengan acara itu. Sedikit rasa tertarik itu muncul saat mendengar cakupan Nasional yang tersemat dalam acara tersebut. Aku yakin acaranya akan bagus, jadi aku mengajak salah teman asramaku untuk menginap di rumahku.
            Hari sabtu adalah malam puncak dari serangkaian acara perkemahan berskala Nasional itu. Kami akan berangkat menuju lapangan utama tempat berlangsungnya acara, namun aku harus menunggu ibu pulang dari yasinan dahulu. Kami berangkat pukul setengah delapan malam dengan sepuluh orang rombongan keluargaku dengan memakai kendaraan motor dan saling berboncengan. Sesampainya di dekat tempat pelaksanaan perkemahan, kami memarkirkan motor di rumah salah satu saudara dari ibuku.
            Kami memulai perjalanan dengan berkeliling di pasar tradisional dadakan yang muncul di area perkemahan. Aku sangat bosan dan tidak tertarik dengan para penjual yang berjejeran, aku hanya ingin langsung melihat pensi dari berbagai kota. Akhirnya kami langsung ke lapangan utama yang terdapat panggung megah dan pencahayaan yang luar biasa mengagumkan. Aku juga sudah berjanjian akan bertemu dengan temanku di tempat itu untuk sekedar menyaksikan bersama.
            Kami berada di sebelah barat panggung di bagian depan di kelilingi dengan para laki-laki dan perempuan yang memakai baju pramuka lengkap dengan segala macam aksesoris nya. Tiba-tiba suara keras muncul dari atas panggung.
            “Siapa ketua pramuka di kwartir Blitar?” sang pembawa acara menjanjikan satu lembar kertas merah untuk yang mampu menjawab, namun harus seseorang dari luar blitar yang menjawab.
            “Aku..aku” Mbak ku justru kegirangan ingin menjawab, padahal dia tidak memakai baju pramuka dan berdomisili di Blitar. Salah satu mahluk di sebelahnya juga ikut nimbrung.
            “Mbak kalau bisa kasih tau saya saja hehe” mbak ku dengan cekatan dan sok kenal ikut menambahkan percakapan dengan orang yang baru di kenalnya itu.
            “Loh… mas nya domisili mana loh?” Tanpa  menjawab, sesosok laki-laki dengan tubuh tegap, dan cukup tampan itu menunjukkan bet yang tertera di baju kanannya.
            “Oh… Lampung” mbak ku tertegun dan sedikit rasa sumringah mendengar kota yang jauh dari kota kecil kami.
            “Ndut, aku di ajak kenalan orang lampung” mbak ku dengan girangnya menggoyangkan bajuku dan memamerkan percakapan singkatnya itu.
            “Iku namane percakapan singkat dengan orang asing mbak uduk kenalan haha” Aku menjulurkan lidahku sebagai tanda mengejeknya, sebenarnya aku  juga cukup girang melihat percakapan mereka tadi.
            Suara lagu “Sipong-Sipong” muncul dengan keras dari atas panggung, aku melihat sekelilingku sedang ikut menari bersama, dan akupun mengikuti gerakan mereka dengan girangnya. Kami bertiga lebih tepatnya aku, mbak ku dan salah satu temanku ikut bergoyang dengan girangnya. Ibu dan bulek ku yang melihat kelakuan kami hanya mampu menggelengkan kepalanya dan tertawa.
            Di acara tersebut kita di suguhkan berbagai penampilan tari-tarian tradisional dari berbagai daerah, dan di tutup dengan penampilan dari yang amat sangat memukau dari rayon Blitar. Rombongan pramuka dari tuan rumah itu mengusung tema ‘Asal mula kota Blitar’
            Aku sudah berada di bagian panggung sangat depan dan di sebelah panggung bagian timur karena tadi aku sibuk mencari teman-temanku. Saat penampilan drama kolosal dari tuan rumah itu di mulai, teman-temanku berteriak.
“Bandung bondowoso...” Dengan menirukan gaya ku saat tampil pensi dulu, aku terkekeh melihat kelakuan mereka.
“Plis..Move on plis” Teriak ku kepada mereka yang sengaja mengejekku dengan kelakuan lucu mereka.
Kami benar-benar menikmati penampilan itu, menurutku penampilan dari wilayah tuan rumah lah yang paling memukau. Dengan segala tata rias dan peran yang dimainkan dengan amat teliti, membuat mereka menjadi bintang dalam dua puluh menit penampilan elok mereka.
Setelah penampilan mereka selesai, ternyata ada bintang tamu yang kata pembawa acaranya langsung di datangkan dari ibu kota. Ternyata bintang tamunya adalah band ternamaan ibu kota yaitu Drive. Sebetulnya aku tidak begitu tertarik namun aku hanya menyaksikan penampilan mereka yang sangat panas di panggung.
Aku melirik sekelilingku semua sangat antusias, sedangkan aku malah di gelayuti rasa kantuk yang amat sangat. Aku melirik telpon genggamku yang sudah menunjukkan jam sepuluh lebih. Aku menghampiri ibuku dan melihat rasa bosan yang amat tergambar.
“Ayo pulang, sudah berahir semua tampilannya. Iku band opo jingkrak-jingkrak gak jelas” Aku tertawa melihat ibuku yang melihat band itu, justru ibu merespon nya dengan pandangan aneh dan tidak biasa. Aku yang sedari tadi menggendong anak dari bulek ku juga sudah pegal, kedua sepupuku juga sudah mengajak pulang.
Sementara dua orang yang baru kenal ini, mbak ku dan teman ku masih asik dan enggan untuk meninggalkan lapangan pertunjukan. Dengan berat hati aku mengajak mereka pulang.