Oktober
tujuh belas sampai dua puluh tiga adalah seminggu paling berharga bagi peserta
yang mengikuti perkemahan tingkat Nasional di Blitar. Karena dalam skala Nasional
acara ini mengundang banyak perhatian dari masyarakat sekitar, akupun juga
sedikit tertarik dengan acara itu. Sedikit rasa tertarik itu muncul saat
mendengar cakupan Nasional yang tersemat dalam acara tersebut. Aku yakin
acaranya akan bagus, jadi aku mengajak salah teman asramaku untuk menginap di
rumahku.
Hari
sabtu adalah malam puncak dari serangkaian acara perkemahan berskala Nasional
itu. Kami akan berangkat menuju lapangan utama tempat berlangsungnya acara, namun
aku harus menunggu ibu pulang dari yasinan dahulu. Kami berangkat pukul setengah delapan malam
dengan sepuluh orang rombongan keluargaku dengan
memakai kendaraan motor dan saling berboncengan. Sesampainya di dekat tempat pelaksanaan
perkemahan, kami memarkirkan motor di rumah salah satu saudara dari ibuku.
Kami memulai perjalanan dengan
berkeliling di pasar tradisional dadakan yang muncul di area perkemahan. Aku
sangat bosan dan tidak tertarik dengan para penjual yang berjejeran, aku hanya
ingin langsung melihat pensi dari berbagai kota. Akhirnya kami langsung ke
lapangan utama yang terdapat panggung megah dan pencahayaan yang luar biasa
mengagumkan. Aku juga sudah berjanjian akan
bertemu dengan temanku di tempat itu untuk sekedar menyaksikan bersama.
Kami
berada di sebelah barat panggung di bagian depan di kelilingi dengan para laki-laki
dan perempuan yang memakai baju pramuka lengkap dengan segala macam aksesoris
nya. Tiba-tiba suara keras muncul dari atas panggung.
“Siapa
ketua pramuka di kwartir Blitar?” sang pembawa acara menjanjikan satu lembar
kertas merah untuk yang mampu menjawab, namun harus seseorang dari luar blitar
yang menjawab.
“Aku..aku”
Mbak ku justru kegirangan ingin menjawab, padahal dia tidak memakai baju
pramuka dan berdomisili di Blitar. Salah satu mahluk di sebelahnya juga ikut
nimbrung.
“Mbak
kalau bisa kasih tau saya saja hehe” mbak ku dengan cekatan dan sok kenal ikut
menambahkan percakapan dengan orang yang baru di kenalnya itu.
“Loh…
mas nya domisili mana loh?” Tanpa
menjawab, sesosok laki-laki dengan tubuh tegap, dan cukup tampan itu
menunjukkan bet yang tertera di baju kanannya.
“Oh…
Lampung” mbak ku tertegun dan sedikit rasa sumringah mendengar kota yang jauh
dari kota kecil kami.
“Ndut,
aku di ajak kenalan orang lampung” mbak ku dengan girangnya menggoyangkan
bajuku dan memamerkan percakapan singkatnya itu.
“Iku namane percakapan
singkat dengan orang asing mbak uduk kenalan haha” Aku menjulurkan lidahku
sebagai tanda mengejeknya, sebenarnya aku
juga cukup girang melihat percakapan mereka tadi.
Suara lagu “Sipong-Sipong”
muncul dengan keras dari atas panggung, aku melihat sekelilingku sedang ikut
menari bersama, dan akupun mengikuti gerakan mereka dengan girangnya. Kami
bertiga lebih tepatnya aku, mbak ku dan salah satu temanku ikut bergoyang
dengan girangnya. Ibu dan bulek ku yang melihat kelakuan kami hanya mampu
menggelengkan kepalanya dan tertawa.
Di acara tersebut kita di
suguhkan berbagai penampilan tari-tarian tradisional dari berbagai daerah, dan di
tutup dengan penampilan dari yang amat sangat memukau dari rayon Blitar.
Rombongan pramuka dari tuan rumah itu mengusung tema ‘Asal mula kota Blitar’
Aku sudah berada di bagian
panggung sangat depan dan di sebelah panggung bagian timur karena tadi aku
sibuk mencari teman-temanku. Saat penampilan drama kolosal dari tuan rumah itu
di mulai, teman-temanku berteriak.
“Bandung bondowoso...” Dengan menirukan gaya ku saat
tampil pensi dulu, aku terkekeh melihat kelakuan mereka.
“Plis..Move on plis” Teriak ku kepada mereka yang sengaja
mengejekku dengan kelakuan lucu mereka.
Kami benar-benar menikmati penampilan itu, menurutku
penampilan dari wilayah tuan rumah lah yang paling memukau. Dengan segala tata
rias dan peran yang dimainkan dengan amat teliti, membuat mereka menjadi
bintang dalam dua puluh menit penampilan elok mereka.
Setelah
penampilan mereka selesai, ternyata ada bintang tamu yang kata pembawa acaranya
langsung di datangkan dari ibu kota. Ternyata bintang tamunya adalah band
ternamaan ibu kota yaitu Drive. Sebetulnya aku tidak begitu tertarik namun aku
hanya menyaksikan penampilan mereka yang sangat panas di panggung.
Aku melirik
sekelilingku semua sangat antusias, sedangkan aku malah di gelayuti rasa kantuk
yang amat sangat. Aku melirik telpon genggamku yang sudah menunjukkan jam sepuluh
lebih. Aku menghampiri ibuku dan melihat rasa bosan yang amat tergambar.
“Ayo pulang,
sudah berahir semua tampilannya. Iku band opo jingkrak-jingkrak gak jelas” Aku
tertawa melihat ibuku yang melihat band itu, justru ibu merespon nya dengan
pandangan aneh dan tidak biasa. Aku yang sedari tadi menggendong anak dari
bulek ku juga sudah pegal, kedua sepupuku juga sudah mengajak pulang.
Sementara dua
orang yang baru kenal ini, mbak ku dan teman ku masih asik dan enggan untuk
meninggalkan lapangan pertunjukan. Dengan berat hati aku mengajak mereka
pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar